Sabtu, 01 April 2017

Materi bahan diskusi lanjutan Taoisme



2. Ajaran Tao tidak memupuk sikap ambisi, perjuangan, dan persaingan karena menganggap keberuntungan, sukses, dan keharuman nama laksana asap rokok yang hilang dalam sekejap. Dimulai dari ajaran Yang Chu (479 – 381 SM) yang memandang rendah harta benda serta memandang tinggi kehidupan. Ini tercermin dalam sebuah cerita Yao ketika bertemu Hsu Yu. Yao ingin sekali menyerahkan pemerintahannya atas dunia kepada Hsu Yu, namun Hsu Yu menolak sambil mengatakan: “Anda memerintah dunia dan sudah dalam keadaan damai. Seandainya saya menggantikan kedudukan Anda, apakah saya akan melakukannya demi nama? Sesungguhnya nama merupakan sekedar bayang-bayang keuntungan yang sebenarnya. Apakah saya akan melakukannya demi keuntungan yang sebenarnya? Seekor murai yang membuat sarangnya di hutan lebat hanya menempati sebatang ranting belaka. Seekor tenuk yang meredakan rasa hausnya dari air sungai hanya minum sekedar cukup untuk mengisi perutnya. Sebaiknya Anda kembali dan tenang-tenanglah, saya tidak memerlukan dunia.”

Berbeda dengan Yang Chu, Lao Tzu memandang hukum-hukum yang menguasai perubahan segala sesuatu, namun hukum terssebut tidak dapat berubah. Hal yang paling mendasar adalah “bila barang sesuatu telah mencapai suatu titik yang mengujung, maka ia akan berbalik dari titik tersebut”. Contohnya : Manakala orang-orang kaya dan berkedudukan tinggi bersikap angkuh, maka mereka membuka diri bagi keruntuhan yang tak terelakkan. Keangkuhan merupakan pertanda bahwa gerak maju seseorang telah mencapai batas yang mengujung, sedangkan bersikap merendah merupakan pertanda bahwa batas tersebut masih jauh. Jauhilah hal-hal yang berlebihan, yang melewati batas, yang mengujung. Orang bijaksana adalah orang yang selalu bersikap puas diri. Berpuas diri merupakan dasar dari teori Taoisme yang disebut Wu Wei yang artinya “tidak mempunyai kegiatan” dan “tidak berbuat” maksudnya seseorang hendaknya membatasi kegiatan-kegiatannya pada apa yg niscaya diperlukan dan apa yang kodrati atau wajar. 

Lao Tzu juga menekankan agar manusia selalu dalam “keadaan tidak berpengetahuan”, sebab pengetahuan merupakan majikan sekaligus budak keinginan. Dengan bertambahnya pengetahuan, manusia tidak lagi mampu untuk mengetahui bagaimana caranya agar merasa puas dan di mana harus berhenti.

Ajaran Chuang Tzu (369 – 286 SM) menyatakan apabila kita memahami kodrat segala sesuatu, manusia tidak perlu takut dan cemas dengan kematian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Taoisme bereaksi terhadap ambisi manusia modern yang menggebu-gebu akan kesuksesan dengan cara mengibaratkan segala sesuatu seperti air mengalir. Manusia harus sadar bahwa segala sesuatu tidak kekal (keberuntungan, sukses, dan keharuman nama) dan tidak selamanya manusia menjadi budak nafsu keinginan karena semakin bertambahnya pengetahuan.