Novel “Ayah”
Tokoh :
Sabari, Marlena, Marleni, Tamat, Ukun, Toharun, Zorro, Amirza, Amiru, Amirta,
Amirna, Markoni, Syarif Miskin
Latar :
Kampung Nira, Belantik Belitong
Terbit :
Mei 2015
Tebal :
396 halaman
Penerbit :
PT. Bentang Pustaka
Cetakan : Cetakan Pertama, Mei
2015
Cetakan Keenam, Agustus 2015
Cetakan Ketujuh, September 2015
Cetakan Kedelapan, November 2015
Cetakan kesembilan, Desember 2015
Cetakan Kesepuluh, Januari 2016
Penyunting :
Imam Risdiyanto
Perancang Sampul :
Andreas Kusumahadi
Di
suatu malam, Sabari duduk sendiri di beranda, sedih, kesepian, dan merana. Seekor
kucing berbulu hitam bernama Abu Meong merupakan teman setianya. Marleni,
istrinya telah pergi entah kemana. Tak hanya Sabari, rumah, pohon delima di pekarangan,
merindukan Marlena, Marleni, dan terutama Zorro. Kawan dekat Sabari, Maulana
Hasan Magribi (biasa dipanggil Ukun) dan Mustamat Kalimat (biasa dipanggil
Tamat) sering mengingatkan Sabari agar jangan sering termenung karena bisa
berakhir di Panti Rehabilitasi Gangguan Jiwa Amanah. Sabari teringatkan dan dia
pun sering mengingatkan dirinya sendiri akan hal itu.
Amirza,
ayah Amiru bekerja sebagai buruh di pabrik sandal jepit. Setiap malam
dilaluinya dengan menjalin pukat di bawah lampu minyak sambil mendengarkan
radio. Radio itu merupakan teknologi, harta satu-satunya yang dimiliki Amirza
yang tampak sudah usang dengan ujung antenanya dililitkan kawat kuningan yang
diulur menuju kebelakang rumah lalu ditautkan ke kawat kandang bebek. Radio itu
diletakkan di atas lemari kaca dan taplak bermotif Melayu tradisional yang
dirajut istrinya menjadi alasnya. Amirza sering bercerita kepada Amirta, usia 5
tahun dan Amirna, usia 3 tahun, dari celah dinding, Amiru sering mengintip
ayahnya. Penduduk Kampung Nira suka sekali mendengarkan berita tentang Lady
Diana mulai dari tua, muda, wanita maupun pria tak terkecuali Amirza.
Orang-orang Nira berharap Lady Diana bersedia mengunjungi kampung mereka yang
miskin.
Seperti
anak-anak yang lain, Sabari senang bermain. Sepulang sekolah ia bermain
katapel, mengejar layangan, hingga berlarian di padang dan berenang di danau
galian tambang. Menurutnya Cinta adalah burung merpati dalam topi pesulap,
tempat yang sangat jauh, urusan konyol
orang dewasa, dan perbuatan buruk yang dilindungi hukum. Ayahnya melarang ia
untuk berpacaran sebelum tamat perguruan tinggi. Singkat cerita tamatlah Sabari
dari bangku SMP. Impian berikutnya ia ingin masuk SMA negeri. Lulusan SMP
sangat banyak dari setiap kecamatan maka diadakan ujian seleksi selama 3 hari
di Markas Pertemuan Buruh (MPB). Dihari terakhir ujian, Sabari nampak tenang
mengerjakan soal Bahasa Indonesia yang merupakan pelajaran kesukaannya. Dalam
waktu singkat, ia telah menyelesaikan semua soal , sedangkan Ukun nampak
kebingungan. Akhirnya waktu ujian telah selesai, ia mengumpulkan lembar
jawabannya tetapi tiba-tiba seorang anak perempuan mengambil dengan paksa
lembar jawaban Sabari dan lekas menyontek jawabannya. Usai menyalin semua
jawaban Sabari, anak perempuan tersebut membereskan tasnya dan memberikan
sebuah pensil, Sabari menerimanya dan ia kagum dengan mata anak itu yang indah.
Setelah ujian itu, siang dan malam Sabari habiskan dengan menggenggam pensil
pemberian anak perempuan itu sampai terbawa tidur.
Radio
adalah benda yang menemani Amirza sepanjang hari. Istrinya sedang jatuh sakit
dan Amiru sebagai anak pertama selalu merawat ibunya. Hal itu yang membuat
Amirza dirundung kesedihan. Amirza senang sekali bereskperimen dengan radio usangnya,
pada suatu malam hujan deras dan petir menyambar, antena di puncak pohon gayam
disambar petir. Akibatnya antena dan pohon gayam itu tumbang. Amirza yang
tengah khidmat mendengarkan lagu “Green Green Grass of Home” terkejut. Radio
itu juga mengelurkan asap dan pingsan.
Markoni
adalah seorang ayah yang keras dan disiplin, hal itu sebagai akibat
penyesalannya karena tidak sempat sekolah tinggi padahal ayahnya Tuan Razak
merupakan orang yang mampu dan ia ingin sekali Markoni mengikuti jejaknya di
bidang maritim. Namun Markoni memilih hidup sebagai bedebah. Waktu SMP ia
senang sekali merokok, lengan baju digulung tinggi-tinggi, bolos, pelajaran
disepelekan merupakan suatu keajaiban ia bisa lulus STM, jurusan listrik.
Markoni sempat meneruskan pendidikannya di Tasikmalaya, tetapi ketika pulang ia
membawa istri. Tak lama kemudian ayahnya meninggal dan setalah itu Markoni
menerima kenyataan hidup yang sebenarnya. Melamar kerja ditolak, usaha gagal,
harus menyokong keluarga hingga terlilit hutang kepada rentenir. Ketika Markoni
duduk di warung kopi terlintas dipikirannya untuk memulai usaha percetakan
batako.
Sambaran
petir malam itu membuat Amirza harus membetulkan radio kesayangannya di pasar
ikan, Syarif Miskin yang merupakan teknisi dengan senang hati menjelaskan
tentang cara kerja antena tersebut. Setibanya di rumah Amirza memikirkan makna
kata kumparan logam yang lebar yang
diucapkan Syarif Miskin, menurutnya arti kata itu adalah jalinan kawat ram yang
menjadi kandang bebek. Amiru menyaksikan aksi ayahnya yang aneh. Diam-diam ia
selalu melakukan analisis dan eskperimen-eksperimen ayahnya. Ia menonton aksi
ayahnya sambil menahan tawa. Amirza terpana melihat radio itu kembali bersuara
jernih. Ibu Amiru yang tengah terbaring di kamar terkejut dan lantas menuju ke
ruang tengah dan dilihatnya Amiru dan Suaminya terpaku di depan radio.
Usaha
percetakan batako milik Markoni mengalami kemajuan. Markoni menginginkan
anak-anaknya tidak mengalami nasib yang sama seperti dirinya. Akan tetapi, dua
anak lelakinya menempuh hidup sama seperti dirinya, yaitu sebagai bedebah. Anak
bungsunya perempuan berpembawaan kalem, pendiam tetapi memiliki jiwa
pemberontak. Markoni kehabisan akal untuk membuat anak bungsunya menjadi baik
bahkan ia mengancam kalau anaknya tak lulus masuk sekolah SMA negeri maka tidak
perlu melanjutkan sekolah yang lebih parahnya ia akan dinikahkan dengan anak pengusaha
kopra dari karimun yang tertarik pada gadis itu. Si bungsu teringat kepada
kakaknya yang menderita menikah muda, akhirnya ia rajin belajar tetapi ujian
masuk sudah dekat tidak mungkin ia menguasai materi dalam waktu 2 hari. Tiap
malam gadis itu memikirkan nasibnya dan ia ingin ada seseorang yang
membantunya, namun tak seorang pun mampu membantunya, termasuk ibunya.
Di
kampung lain, Sabari gelisah bukan karena hasil ujian tetapi karena perempuan
yang memberinya pensil. Sabari melamun dengan banyak pertanyaan di kepalanya. Kedua
temannya, Ukun dan Tamat kesal akibat Sabari tidak seperti biasanya. Setiap
malam ia memikirkan perempuan yang telah merampas kertas jawabannya waktu itu.
Dia harus tahu siapa anak perempuan itu, maka dari itu dia menunggu anak itu di
MPB, pada saat hari pengumuman hasil ujian masuk SMA nanti. Tiba saatnya
pengumuman itu diumumkan, Sabari yang sejak pagi menunggu di pekarangan MPB
dengan cemas apalagi ia melihat teman-temannya menangis, setibanya di depan
papan pengumuman Sabari melihat nama gadis itu Marlena. Dia bersorak karena
nilai Bahasa Indonesianya 9,5 belum pernah ia mendapatkan nilai setinggi itu.
Marlena segera pulang untuk memberitahu ayah dan ibunya. Sementara Sabari masih
belum sadar bahwa ada Lena di sana.
Sabari
mengawali SMA dengan senyum lebar, bertemu dengan teman-teman baru, guru baru,
ilmu baru dan tak ketinggalan seorang perempuan bernama Marlena. Tiada hari
dilewatkannya tanpa memandangi foto hitam putih Marlena, tiada jeda puisi dan
surat dikirimnya. Sabari selalu berada tak jauh dari Lena dan sering mencuri
pandang kepadanya. Akhirnya nilai rapor semester 1 Sabari jauh lebih baik
daripada nilai Ukun dan Tamat, apalagi Toharun. Pelajaran kesayangannya adalah
Bahasa Indonesia, ia sangat pandai membuat puisi, bakat ini ia dapat dari
ayahnya yang seorang guru Bahasa Indonesia SD. Puisi karyanya yang berjudul Adalah sebagai berikut :
Cinta
adalah mahkota puisi
Musim
adalah giwang puisi
Hujan
adalah kalung puisi
Bulan
adalah gelang puisi
Cincin
adalah perhiasan
Melihat
puisi itu, Bu Norma heran karena bahasa yang digunakannya metaforis. Hal ini
juga didukung oleh rasa ketertarikannya kepada Lena.
Ukun,
Tamat, dan Toharun sudah berulang kali mengingatkan Sabari untuk melupakan
Lena. Namun ia tetap fokus kepada Lena. Untuk itu ia memata-matai Lena lewat
temannya Zuraida, apa pun yang Zuraida katakan Sabari menurutinya. Izmi, teman
sekelas Zuraida dianggap siswa lain mirip dengan Ukun, Tamat, Toharun. Seusai
sekolah ia bekerja mencuci, menyetrika pakaian tetangga hingga malam. Ia sering
benci kehidupannya. Keluarga Izmi sebelumnya kaya namun sejak kelas satu SMP,
ayahnya ditangkap polisi karena korupsi. Hidupnya kekurangan. Oleh karena itu,
ia mengubur cita-citanya untuk menjadi dokter hewan. Izmi sempat berkecil hati
dan berniat berhenti sekolah namun karena mendengar cerita Zuraida tentang
perjuangan Sabari mendapatkan Lena, ia sadar bahwa ia bukan satu-satunya orang
yang malang di dunia ini. Izmi dan Sabari tidak pernah bertegur sapa, namun
perjuangan Sabari mampu membuat Izmi sadar. Berbagai cara dilakukan Sabari
untuk mendapatkan hati Lena, namun semua usahanya sia-sia.
Amiru
bertanya-tanya, “bagaimana kandang bebek mampu membuat suara radio menjadi
jernih?”. Sepulang sekolahnya, Amiru pergi ke kios elektronik Gaya Baru untuk
bertanya kepada Syarif Miskin, tetapi ia tidak mendapatkan jawaban yang
memuaskan karena terus didesak akhirnya Syarif Miskin mengatakan “Penerimaan
sinyal radio di rumahmu buruk karena terlalu dekat dengan menara masjid maka
terjadilah intervensi”. Amiru merasa bingung dengan penjelasan Syarif, ia
belajar dengan tekun agar ia mampu menghadapi Syarif Miskin lagi.
Suatu
ketika Sabari senang karena Ukun memberitahunya bahwa Lena menulis surat
untuknya. Bergegas Ukun menuju majalah dinding, dibacanya surat itu
Untuk
kau yang bernama S
Terima
kasih untuk surat dan puisi-puisimu
Maaf,
aku selalu tak sempat membalasnya
Tapi
biar kau tahu, aku membaca semuanya, kalimat demi kalimat, kata demi kata,
Lagu
yang kau kirimkan lewat radio, aih, aku suka
L
Ukun
menatap Sabari, tetapi Sabari masih tidak yakin kalau surat itu untuknya. Menurutnya
masih banyak nama orang yang berawalan S dan L. Ukun berusaha untuk
meyakinkannya kalau surat itu untuknya.
Amiru
sejak pagi mengharapkan hujan karena ia suka sekali mendengar suara
rintik-rintik dan sesekali gemuruh menggelegar. Ia ingin seperti ayahnya yang
dapat tersenyum karena hal-hal kecil. Amiru berniat untuk belajar pengetahuan
listrik dan elektronika kepada Syarif Miskin guna menyenangkan hati ayahnya
yang sangat menyayangi radio Philip tua itu. Hari silih berganti, Amiru naik ke
kelas enam, Amirta naik ke kelas empat, Amirna masuk kelas satu, Amirza merasa
kesulitan mengatasi biaya ditambah lagi istrinya yang harus dirawat di rumah
sakit. Ia kehabisan akal untuk mengatasi kesulitan itu, tetapi ia teringat
Syarif Miskin yang pernah manawarkan radio itu karena radio itu tergolong
barang antik. Sepulang dari sekolah Amiru terkejut melihat radio tua itu tak
ada lagi di rumahnya. Malam beranjak, Amiru melihat ayahnya tidak lagi
mendengar radio dan ia melewati malam-malam sunyi.
Sabari
menyesal telah mendebat Ukun soal surat itu. Sebagai permintaan maafnya Sabari
mentraktir temannya Ukun, Tamat, Toharun. Sambil duduk di warung kopi, Tamat,
Toharun serta Ukun menyarankan Sabari agar melupakan Lena karena masih banyak
perempuan lain. Sabari berterima kasih atas nasihat kawan-kawannya itu. Dia
sadar bahwa sudah saatnya bersikap rasional soal Lena. Bersusah payah Ukun
membujuk agar Sabari melupakan Lena, namun di majalah dinding kembali terpasang
surat terketik rapi.
Untuk
kau yang bernama S, dengan dua huruf A
Usahlah
jemu mengirimiku surat dan puisi
Puisimu
adalah hiburan bagi sepiku di Kelumbi yang penuh dengan orang-orang udik ini
Wahai
S dengan dua huruf A
Sudilah
menerima maafku, karena aku belum sempat membalas puisimu
Telah
kucoba menulis puisi, namun rupanya hanyalah mereka yang disayangi Tuhan yang
mampu menulis puisi
Puisi-puisimu
akan menjadi utang asmaraku untukmu
Yang
akan kubayar nanti, lunas, sen demi sennya
Kulihat
sesekali kau melintas di muka rumahku, mencuri pandang
Aku
tahu, tak dekat jarak rumahmu ke rumahku
188
tiang listrik paling tidak
Namun,
mana ada Romeo yang tak berkorban?
Julietmu,
Lena
Ukun,
Toharun, dan Tamat tak percaya kalau puisi tersebut untuk Sabari. Sabari
terdiam dengan penuh pertimbangan. Sabari meninggalkan Ukun, Tamat dan Toharun
yang berdiri terpaku. Dihampirinya majalah dinding, dicopotnya puisi Lena,
dilipatnya dengan tenang, dan dibawanya pergi.
Ibu guru Matematika Izmi kesal lantaran
Izmi selalu mendapat nilai 2, paling tinggi 3. Padahal ia telah bersusah payah
mengajarkan Izmi. Ditempat duduknya, ia cemas karena nilai ulangan geometrinya
ternyata 6. Pulang sekolah Izmi berangkat ke rumah majikannya untuk mencuci dan
menyetrika pakaian mereka, 11 orang jumlahnya. Dirogohnya saku celananya dan ia
melihat kertas ulangan itu dan ia ingin cepat-cepat pulang untuk belajar.
Kertas ulangan Matematika itu ditempel Izmi di dinding kamar dekat kaca,
disampingnya ditulis nama Sabari, lalu ia berkaca dan tersenyum.
Insyafi, ayah Sabari adalah seorang
pensiunan guru SD, bidang studi Bahasa Indonesia. Ia memilih bidang itu karena
ia gemar akan puisi. Anak pertamanya dinamai Berkahi, kedua perempuan dinamai
Pasrahi, dan si bungsu dinamai Sabari. Karena jarak Sabari ke kakaknya jauh
maka setiap malam ayahnya bercerita kepada Sabari. Insyafi gembira dapat
membesarkan anaknya dengan puisi dan dapat menurunkan hobinya kepada anaknya.
Di beranda rumah, Insyafi bersenandung puisi
Wahai
awan
Kalau
bersedih
Jangan
menangis
Janganlah
turunkan hujan
Karena
aku mau pulang
Untukmu
awan
Kan
kuterbangkan layang-layang
Sejak
saat itu, ayahnya selalu berpuisi merayu awan sebelum tidur hingga ia sudah
bisa menyanyikan lagu itu.
Insyafi
sering sakit karena usia, ia akhirnya memakai kursi roda dan Sabari senang
mengajaknya keluar rumah untuk mencari udara segar. Sore itu, Sabari mendorong
kursi roda ayahnya melintasi padang ilalang. Dia berhenti dan memandangi
ilalang, Sabari tersenyum dan ayahnya langsung mengtahui kalau anaknya tengah
dilanda Cinta. Ayahnya menatap angkasa lalu berkata
Waktu
dikejar
Waktu
menunggu
Waktu
berlari
Waktu
bersembunyi
Biarkan
aku mencintaimu
Dan
biarkan waktu menguji
Mereka
sampai di pasar, melihat orang naik motor secara ugal-ugalan, tiga orang satu
motor, berlarian dikejar polisi, ayahnya berfilosofi :
“Segala
hal dalam hidup ini terjadi 3 kali. Pertama lahir, kedua hidup, ketiga mati.
Pertama lapar, kedua kenyang, ketiga mati, Pertama jahat, kedua baik, ketiga
mati. Pertama benci, kedua cinta, ketiga mati. Jangan lupa mati”
Ayah
dan anak itu menuju dermaga untuk menyaksikan matahari terbenam di Sungai
Lenggang.
Senin merupakan hari yang disenangi
Sabari baginya senin adalah hari yang paling indah dalam hidupnya. Sejak masih
gelap Sabari telah berdiri menunggu Lena di bawah pohon akasia, dekat gerbang
sekolah. Setelah sekian lama menunggu akhirnya Lena datang dengan mengebut naik
sepeda menuju sekolah. Sabari berdebar-debar. Sekilas mereka beradu pandang,
tetapi Lena seaakan Sabari tak ada di sana, sikapnya sama sekali tak
mencerminkan kata-kata romansa dalam suratnya. Ukun, Tamat, Toharun tak habis
mengerti dengan sikap Lena. Ukun mencoba mengiburnya. Waktu berjalan ke tempat
parkir sepeda, tiba-tiba seorang siswa mengadangnya. Siswa tersebut tersenyum
sambil mencium-cium saputangan yang biasa digunakan Lena untuk melapisi sadel
sepedanya. Melihat hal itu Sabari sakit demam hingga 6 hari tidak masuk
sekolah, ia sempat berkeinginan untuk keluar dari sekolah. Ibu Norma yang
mendengar hal itu langsung kesal apalagi yang didengarnya desas-desus bahwa
masalah Sabari bersangkut paut dengan Ukun, Tamat, Toharun, dan Bogel Leboi.
Mereka dipanggil ke ruang guru oleh Ibu Norma. Kemudian mereka satu-persatu
dinasihati.
Di sekolah, Sabari merupakan anak
yang sangat rajin dikelasnya diaukai guru-guru dan sabari memiliki beberapa
teman seperti izmi. Izmi adalah teman yang diam-diam menyukai sabari.Izmi
tidaklah pintar tetapi berkat dekat dengan sabai izmi bisa belajar dengan lebih
giat.
Waktu ujian kelas 3 sma
dimulai dengan sangat hati-hati dan tidak terburu-buru sabari mengerjakkan soal
dengan baik. Walaupun pikirannya ke gadis yang dia sukai ia adalah Marlen atau
yang disapa dengan Lena . Gadis yang selalu sabari sukai. Sabari membantu Lena
dengan menuliskan cotekan yang sudah diperbaiki sehari seblum ujian tersebut
dimulai. Setelah lulus sekolah dimulailah petualangan Sabari. Sabari mencari
pekerjaan diluar kota. dengan Menjadi buruh dibantu dengan beberapa temannya.
Setelah 1 tahun berlalu sabari merindukan kedua orang tuanya dan berencana
untuk pulang kampung dan melamar pujaaan hatinya bak gayung bersambut Lena
menerima lamaran sabari dan Sabari sangat bahagia karenanya.
Rumah tangga sabari
dimulai dengan sangat unik, Lena selalu tinggal di rumah orang tuanya dan
sabari di rumah orang tuanya juga, meski hanya sehari apalagi semalam, Lena
tinggal bersama sabari
Tentu sabari berharap
lena tinggal dengannya, untuk itu dia membangun rumah sederhana di jalan
padat karya, berbulan-bulan sabari
membangun rumah itu dengan tangannnya sendiri, rumahnya khas melayu kampung
Setelah beberapa bulan,
rumah kecil itu rampung sabari pun pindah ke rumahnya sendiri, Jika anaknya
lelaki, dia sudah punya pilihan nama yaitu tabahi, tekuni, Ta’ati atau jujuri.
Sore itu, saat angin
barat oktober bertiup kencang dan matahari menghamburkan cahaya jingga nan
bergelora, pecah diatas langit belitong, lahirlah bayi lelaki mungil disertai
lengkingan hebat bernada F. Bayi itu bak sebongkah cahaya. Sabari gemetar
karena melihat bayi itu dia menemukan seseorang yang selama ini bersembunyi di dalam dirinya. Itu
adalah seorang Ayah
Akhirnya, semua yang
diidamkan sabari satu persatu menjadi kenyataan,Lena dan bayi itu pindah dari
rumah macaroni ke rumah yang baru dibangunnya. Keluarga kecil, rumah kecil,
kebahagiaan besar, begitu perasaan sabari.
Setelah beberapa lama,
ada desas desus lena mau menceraikan sabari, tetapi sabari tak percaya, walau
begitu tak ayal dia gelisah. Zorro dapat merasakan kecemasan ayahnya, dia tak
mau tidur jika tidak dipeluk ayahnya. Semua itu makin menghancurkan hari
sabari.
Sabari tahu bahwa dia
sudah bercerai dengan marlena dia sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri
panitera pengadilan agama menggunting buku nikahnya Lena. Paspor untuk
berangkat ke luar negeri bahagia untuk selama-lamanya itu telah dianulir oleh
Negara.
Sabari menggigil. Tak
ada yang paling ditakutkannya selain Zorro diambil darinya, namun sabari
membujuk dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa buncai adalah pembual kelas
satu.
Sabari berusaha
mengalihkan pikirannya dari hal-hal yang pahit.Sabari sepanjang jalan tak
pernah berhenti berkicau, dia selalu melambai kepada siapa saja dan apa aja,
dia menyapa pedagang kaki lima, orang gila, polisi lalu lintas, pohon, kucing,
ayam dan bunga—bunga.
Oleh karena itu Zorro
menjadi terkanal, jika dia lewat orang-orang senang memanggil anak yang
menggemaskan itu.Zorro senang mendengar cerita dan sabari senang bercerita.
Kepribadian lena yang
tak suka ambil pusing membuatnya mudah saja memutuskan bercerai. Dia tak pernah
berpikir panjang tentang anaknya, menyianyiakan seorang lelaki yang punya
ketrampilan di bidang motor dan menyia-nyiakan sabari.
Sabari takkan pernah
lupa hujan lebat, September pada saat itulah lena mengambil zorro, sabari sadar
bahwa segala hal yang dia lakukan selama ini adalah demi anaknya.
Hampir setahun marlena
hidup berdua saja dengan zorro, Lena bergembira karena semakin hari bisa
semakin dekat dengan zorro, yang telah berusiaa lima tahun, semakin cerdas dan
semakin tampan.