Kamis, 09 Maret 2017

Review film The Joy Luck


The Joy Luck Club


Disuatu pertemuan, ada seorang wanita yang telah ditinggal oleh ibunya selama 4 bulan. Di tempat tersebut dia diajak bermain oleh teman-teman ibunya Lindo, Ying-Ying, Ah Mei. Sebenarnya tujuan diadakannya pertemuan tersebut ialah agar para wanita dapat merasakan kebahagiaan setalah hari-hari sebelumnya dijepit kesedihan dan penderitaan. Sambil terus bermain mahyong mereka bercerita tentang pengalaman masing-masing dengan kesepakatan pertemuan ini hanya boleh bercerita tentang kegiatan yang membahagiakan. Namun pertemuan ini pecah ketika Suyuan, ibu Jing Mei meninggal dunia karena pembuluh darah diotaknya pecah. Kisah suram dimulai oleh ketiga wanita paruh baya ini.
Lindo adalah seorang perempuan yang berakal banyak, sejak masih muda ia sempat dinikahkan dalam perjodohan, tepatnya diserahkan oleh ibunya kepada laki-laki dari keluarga kaya yang usianya lebih muda pada di usia 14 tahun. Tanpa pacaran, akhirnya perempuan ini mengetahui bahwa suaminya adalah anak laki-laki yang lebih muda. Mertuanya tidak mengetahui mengenai hubungan mereka yang sebenarnya. Namun, dengan kecerdikannya, dia berhasil melepaskan diri dari keluarga tersebut dan mengadu nasib di Amerika Serikat. Ia akhirnya bertemu dengan laki-laki lain yang baik hati, dan melahirkan seorang anak perempuan, di samping anak laki-laki juga. Anak perempuan ini menjadi saingan June, anak dari perempuan pertama yang diceritakan. Waverly, diceritakan pernah menjadi pecatur cilik, yang menjadi kebanggaan ibunya. Namun karena ibu mengekspresikan kebanggaan secara berlebihan, Waverly menjadi jengkel, dan menghentikan latihan caturnya. Ibu diam membisu, hingga Waverly salah tingkah, dan mencoba mengambil hati ibunya dengan kembali bermain catur, tetapi ibu tetap diam saja. Pola komunikasi buruk seperti ini terus berlangsung hingga Waverly menjadi lebih dewasa, dan mencoba segala cara untuk menyenangkan hati ibunya. Apapun yang diperbuatnya, selalu ada kritik dari ibunya, sehingga Waverly kehabisan akal. Terakhir, dia mencoba untuk mengenalkan ibunya dengan calon suaminya, suami kedua, setelah mereka bercerai dengan satu orang anak. Calon suami yang berkulit putih tidak memahami persis tata cara makan versi China yang disajikan ibu, sehingga Waverly menjadi sedemikian khawatir dengan cela dan kritik lagi dari ibunya. Kisah tentang mereka berakhir dengan perdamaian di antara mereka, setelah keduanya mencoba memahami dari sudut pandang masing-masing. Ibu bercerita tentang siapa dia di masa kecil dan apa yang menyebabkannya menjadi perempuan yang tegar sekaligus keras kepala, dan sangat ingin membanggakan anaknya. Dia mengatakan berkali-kali bahwa penting bagi anak perempuan untuk mendengarkan kata-kata ibunya, seperti dia mendengarkan nasihat ibunya dan menganggap penting kata-kata ibu bagi batinnya. Sehingga, walaupun sudah sangat lama tidak bertemu lagi dengan ibunya, dia masih mengenang dengan detail ucapan-ucapan ibunya yang mendidiknya di masa kecil. Pandangan itu tentu saja berbeda dengan Waverly yang dibesarkan dalam budaya Amerika Serikat, yang serba bebas serta enggan terikat dengan nasihat orangtua. Kedua persepsi yang berbeda ini tidak pernah menyatu. Ibu merasa anak menentang, anak merasa ibu penuh kritik dan cela. Setelah saling memahami, terjadi hubungan yang lebih karib di antara mereka.
Ying-Ying, kisahnya dimulai ketika dia berusia 16 tahun dan bertemu dengan seorang pemuda ganteng yang kemudian menikahinya. Namun pemuda itu adalah seorang playboy sekaligus seorang penganiaya istri. Penuh rasa tertekan, akhirnya Ying-Ying tanpa sadar menenggelamkan bayinya di dalam baskom mandi. Rasa sesal yang sedemikian kuat membuatnya merasa kehilangan jiwanya. Akan tetapi, Ying-Ying masih mampu memutuskan untuk meninggalkan rumah dan suami yang menyiksanya, dan mengadu peruntungan di negara orang, Amerika Serikat. Di negara itu Ying-Ying bertemu dengan laki-laki lain, dan akhirnya melahirkan seorang anak perempuan, bernama Lena.

Ah Mei berasal dari keluarga yang banyak pengalamannya. Ibu Ah Mei adalah istri keempat, dari seorang kaya, yang ternyata memperkosa ibunya, sehingga ibu mengandung bayi laki-laki. Bayi itu kemudian direbut oleh istri kedua, yang dianggap sebagai penguasa rumah setempat. Ah Mei sempat tinggal bersama keluarga besar ini, setelah sekian tahun lamanya dirawat oleh kakek nenek yang mengusir ibunya karena dianggap sebagai perempuan nakal yang harus menanggung risiko kehamilan di luar nikahnya sebagai tanggung jawab atas kesalahannya. Kakek nenek Ah Mei sama sekali tidak mau mendengarkan penjelasan putrinya, dan tidak pernah memahami bahwa putrinya adalah korban perkosaan, bukan perempuan nakal seperti anggapan mereka. Ah Mei meradang begitu mengetahui bahwa ibunya dibunuh dengan racun melalui makanan oleh istri kedua. Perhiasan palsu yang diberikan oleh Mama kedua tersebut dihancurkannya, dan dia memutuskan untuk meninggalkan rumah besar yang menjanjikan kenikmatan hidup. Ah Mei merantau ke Amerika Serikat, bertemu dengan laki-laki yang mencintainya, dan melahirkan seorang anak bernama Rose. Rose yang bertumbuh dewasa sebagai perempuan cantik, kemudian berkenalan dengan laki-laki kaya berkulit putih, yang memiliki orangtua sangat rasialis. Mereka mencoba melarang putranya untuk menikah dengan Rose, tetapi laki-laki ini nekad, karena memang sangat mencintai Rose. Mereka memulai keluarga dengan mulus, dan memiliki seorang putri bernama Jenifer, tetapi pada akhirnya sang suami terlalu sibuk dengan urusannya, sementara Rose yang sangat berkeinginan menyenangkan suami, menghilangkan rasa dan kebutuhannya sendiri. Suami yang tidak mengetahui lagi apa yang diinginkan dan diharapkan Rose, akhirnya berselingkuh, karena merasa telah kehilangan figur istri yang penuh kreativitas dan energi. Ah Mei yang mengetahui pengalaman hidup putrinya menantang Rose untuk mengambil keputusan. Dia berkisah tentang pengalaman hidupnya dan menyesalkan sikap ibunya yang berdiam diri saja, tidak mencoba untuk melakukan suatu hal lebih untuk membela harkat dan martabatnya. Ah Mei mengatakan, dia berjuang mati-matian di Amerika Serikat, agar anaknya, Rose, tidak menjadi seperti ibunya atau seperti dia, tetapi ternyata Rose mewarisi sikap dan perilaku ibunya yang tidak mampu bersuara. Ah Mei menggugah Rose untuk mengutarakan isi hatinya, sehingga dalam pertemuan dengan suami untuk membagi harta, Rose dengan tegas mampu mengusir suaminya.

Kesimpulan cerita setiap manusia mempunyai kesempatan yang sama dan apabila dipergunakan dengan baik dan benar maka kesempatan itu akan mendatangkan keberutungan dan nasihat orang tua adalah jalan untuk membantu kita melangkah. Sebab pesan dari orang tua adalah perjalanan yang mereka lalui sendiri. Buatlah rasa saling pengertian sehingga terciptanya kedamaian dan kerukunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar